Perjuangan Kapitan Pattimura Mengusir Penjajah di Maluku

Kisah Kepahlawanan Kapitan Pattimura

kompihub.com – Sobat pastinya sering melihat pahlawan nasional satu ini. Benar beliau adalah Kapitan Pattimura yang merupakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Maluku. Kapitan Pattimura diabadikan pada uang kertas Indonesia dengan nominal seribu rupiah. Bagaimanakah kehidupan Kapitan Pattimura dan bagaimana perjuangan beliau dalam menjaga Indonesia khususnya Maluku.

Kapitan Pattimura menjadi pembahasan ramai di media sosial setelah cuplikan khotbah Ustaz Adi Hidayat viral. Soalnya, Ustaz Adi Hidayat menyebut Kapitan Pattimura bernama Ahmad Lussy dan beragama Islam. Namun, menurut catatan sejarah arus utama, beginilah profil Kapitan Pattimura.

Profil Kapitan Pattimura

Thomas Matulessy atau yang memiliki sebutan dengan Kapitan Pattimura ini merupakan seorang pahlawan nasional negara Indonesia yang berasal dari Maluku. Kapitan adalah sebuah gelar kepangkatan yang digunakan oleh Belanda untuk menyebut pemimpin dalam satuan militer di tingkatan perwira. Kapitan Pattimura lahir pada tanggal 8 Juni 1783 di Haria, Saparua, Maluku, Hindia Belanda. Ayahnya bernama Antoni Matulessy yang merupakan anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy.

Kisah Melawan Penjajah Belanda

Sejak abad ke 17 dan 18 berlangsung serentetan perlawanan bersenjata melawan Belanda (VOC) dikarenakan terjadi praktik penindasan kolonialisme Belanda dalam bentuk monopoli perdagangan, pelayaran hongi, kerja paksa dan sebagainya. Penindasan tersebut dirasakan dalam semua sisi kehidupan rakyat, baik segi sosial ekonomi, politis dan segi sosial psikologis.

Selama dua ratus tahun rakyat Maluku mengalami perpecahan dan kemiskinan. Rakyat Maluku memproduksi cengkeh dan pala untuk pasar dunia, namun mayoritas masyarakat tidak ada keuntungan dari sisi ekonomi yang dirasakan. Alih-alih mendapatkan keuntungan, rakyat Maluku justru semakin menderita dengan adanya berbagai kebijakan seperti pajak yang berat berupa penyerahan wajib (Verplichte leverantien) dan contingenten serta blokade ekonomi yang mengisolasi rakyat Maluku dari pedagang-pedagang Indonesia lain.

Pada fase kedua pendudukan Inggris di Maluku pada tahun 1810 – 1817 harus berakhir pada tanggal 25 Maret 1817 setelah Belanda kembali menguasai wilayah Maluku. Rakyat Maluku menolak tegas kedatangan Belanda dengan membuat “Proklamasi Haria” dan “Keberatan Hatawano”. Proklamasi Haria disusun oleh Pattimura.

Ketika pemerintah Belanda mulai memaksanakan kekuasaannya melalui Gubemur Van Middelkoop clan Residen Saparua Johannes Rudolf van der Berg,pecahlah perlawanan bersenjata rakyat Maluku. Diadakan musyawarah dan konsolidasi kekuatan dimana pada forum-forum tersebut menyetujui Pattimura sebagai kapten besar yang memimpin perjuangan. Pada tanggal 7 Mei 1817 dalam rapat umum di Baileu negeri Haria, Thomas Matulessy dikukuhkan dalam upacara adat sebagai “Kapitan Besar”.