Peringatan 25 Tahun Reformasi Nasional
Tahun ini merupakan peringatan ke-25 tahun reformasi nasional. Peringatan Hari Reformasi Nasional pada 21 Mei 2023 ini menandai terjadinya peristiwa lengsernya orde baru.
Berikut rangkuman sejarah reformasi nasional yang ditandai dengan lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998 silam
Peringatan 25 Tahun Reformasi Nasional, Ini Sejarah Awal Mula Reformasi
Soeharto menjabat Presiden kedua Indonesia sejak 1967 untuk menggantikan Soekarno. Selama 32 tahun menjabat, presiden yang dijuluki sebagai bapak pembangunan itu dianggap mampu menjaga stabilitas negaranya.
Kendati demikian, stabilitas yang selalu terjaga pun akhirnya goyah juga. Demonstrasi dan kerusuhan merebak di mana-mana. Dalam buku ‘Sejarah Pergerakan Nasional’ yang ditulis Fajriudin Muttaqin dkk, ditulis bahwa demonstrasi mahasiswa itu bermula lantaran krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada 1998. Reformasi terus disuarakan.
Kegoyahan ekonomi pada saat itu merupakan bagian dari akibat krisis finansial di kawasan Asia. Krisis ekonomi tersebut membuat kepercayaan masyarakat merosot. Soeharto sudah tidak mampu lagi mengatasi krisis berkepanjangan ini. Reformasi adalah jalan yang dituntut masyarakat.
Banyak masyarakat pun menuntut Soeharto agar lekas turun dari kekuasaan. Namun Soeharto tetap pada pendiriannya untuk melakukan reformasi usai tahun 2003. Protes para mahasiswa pun makin tak terbendung lantaran reformasi tak kunjung terlaksana. Aksi demonstrasi bermunculan kembali di sejumlah daerah. Seperti di antaranya, Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Ujungpandang, dan daerah lain.
Krisis Moneter 1998
mahasiswa dari berbagai elemen dan kampus turun ke jalanan, tak terkecuali mahasiswa Universitas Trisakti (Usakti), Jakarta. Selasa, 12 Mei 1998, semua civitas akademika kampus tersebut berkumpul dan menggelar aksi mimbar bebas di pelataran Gedung Syarif Thayeb (Gedung M) pukul 10.00 WIB dari laman Universitas Trisakti.
Mulanya kegiata berupa mimbar bebas tersebut berjalan lancar. Namun keadaan mulai memanas ketika aparat keamanan yaitu Brimob Porli dan TNI menghadang pergerakan mahasiswa.
Para mahasiswa melakukan long march ke gedung MPR DPR di senayan, gagal bernegosiasi dengan aparat keamanan, para mahasiswa kecewa. Akhirnya hasil yang disepakati baik mahasiswa dan aparat keamanan sama-sama untuk mundur.
Awalnya mahasiswa enggan mundur, tapi setelah dibujuk mereka pun berjalan mundur. Ketika mahasiswa mundur, tiba-tiba seorang oknum yang berteriak mancing massa hingga memicu terjadinya gesekan antara aparat keamanan dan mahasiswa. Puncaknya, aparat mulai menembakkan peluru karet dan gas air mata ke arah massa. Mahasiswa panik dan tercerai-berai, berlindung di dalam Kampus Usakti.
Retetan tembakan itu mengakibatkan jatuhnya korban, baik luka maupun meninggal dunia. Yang meninggal dunia seketika di dalam kampus tiga orang dan satu orang lainnya di rumah sakit. Beberapa mahasiswa dalam kondisi kritits.
Kematian keempat mahasiswa Trisakti itu membuat rakyat marah. Buntutnya terjadi kerusuhan massa di sejumlah kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, Solo, Medan, dan Makassar. Mahasiswa pun terus berkonsolidasi dan menduduki gedung DPR, hingga akhirnya Soeharto menyatakan lengser.
Lengsernya Soeharto-Lahirnya Reformasi
Melihat dampak dari sejumlah demonstrasi dan tragedi berdarah Trisakti tersebut, MPR/DPR dan beberapa undangan mengadakan sidang paripurna. Merujuk buku ‘Sejarah Pergerakan Nasional’, bahwa Ketua DPR/MPR Harmoko menyatakan bahwa kepada pers, Wakil Ketua dan Ketua Dewan setuju menggelar sidang paripurna pada 19 Mei 1998. Hari reformasi semakin dekat.
Sejumlah tokoh turut hadir ke Istana untuk berdiskusi soal masalah ini. Mereka adalah Emha Ainun Nadjib, Megawati, Amien Rais, Yusril Ihza Mahendra, Nurcholis Madjid, dan tokoh lainnya. Hingga hasilnya, pada hari Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden RI.
“Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia terhitung sejak saya membacakan pernyataan ini, pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998,” ucap Presiden Soeharto kala itu.