Kisah dan Biografi Jendral Sudirman Sebagai Pahlawan Nasional

Biografi Jendral Sudirman Singkat, dari Awal Hidup, Perjuangan, hingga Kematian

kompihub.com – Biografi Jendral Sudirman singkat menarik untuk diketahui. Sudirman merupakan panglima besar TNI pertama yang sangat dihormati sepanjang sejarah Indonesia. Biografi Jendral Sudirman singkat banyak muncul di pelajaran dan buku sejarah.

Perannya dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan sangat penting bagi Indonesia. Jendral Sudirman merupakan pahlawan nasional dengan jasa-jasanya yang besar. Berkat beliau, kedaulatan dan kemerdekaan bangsa Indonesia masih dipegang hingga saat ini.

Jenderal Soedirman adalah pahlawan nasional yang berperan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Jenderal Soedirman merupakan panglima besar pertama di Tentara Indonesia dan menjabat di usia yang masih sangat muda. Jenderal Soedirman adalah anak rakyat biasa. Kemudian, ia diadopsi oleh pamannnya dan berubah menjadi seorang bangsawan Jawa. Sebelum masuk ke militer, Jenderal Sudirman adalah seorang guru di sebuah sekolah dasar yang dikelola oleh Muhammadiyah.

Kisah Perjuangan Jendral Sudirman

Awal hidup, pendidikan, dan keluarga

Biografi Jendral Sudirman singkat dimulai darfi awal hidup dan pendidikannya. Sudirman (Soedirman) lahir di Purbalingga, Jawa Tengah pada tanggal 24 Januari 1916. Ayahnya Karsid Kartawiraji merupakan seorang pekerja di pabrik gula Kalibagor Banyumas dan ibunya Siyem merupakan keturunan Wedana Rembang.

Sejak kecil Sudirman diasuh oleh seorang camat bernama Raden Cokrosunaryo. Sudirman tidak diberitahu bahwa Cokrosunaryo bukanlah ayah kandungnya sampai ia berusia 18 tahun.

Saat berusia tujuh tahun, Sudirman terdaftar di sekolah pribumi (hollandsch inlandsche school). Sudirman dipindahkan ke sekolah menengah milik Taman Siswa pada tahun ketujuh sekolah. Pada tahun kedelapan, Sudirman pindah ke Sekolah Menengah Wirotomo setelah sekolah Taman Siswa ditutup oleh Ordonansi Sekolah Liar karena diketahui tidak terdaftar.

Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Solo tetapi tidak sampai tamat. Selama menempuh pendidikan di sana, ia pun turut serta dalam kegiatan organisasi Pramuka Hizbul Wathan.

Pada 1936, Sudirman menikahi Alfiah, mantan teman sekolahnya dan putri seorang pengusaha batik kaya bernama Raden Sastroatmojo. Setelah menikah, Sudirman tinggal di rumah mertuanya di Cilacap agar ia bisa menabung untuk membangun rumah sendiri.

Era Penjajahan Jepang

Ketika Jepang menguasai Indonesia pada 1942, sekolah tempat Soedirman mengajar ditutup dan dialihfungsikan menjadi pos militer. Saat itu, Soedirman yang dipandang sebagai tokoh masyarakat diminta untuk memimpin sebuah tim di Cilacap dalam menghadapi serangan Jepang. Selain itu, Soedirman juga melakukan negosiasi dengan Jepang supaya membuka kembali sekolahnya.

Upaya itu berhasil. Pada 1944, Soedirman diminta bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan diangkat menjadi komandannya. Adapun Jepang mendirikan PETA pada Oktober 1943 untuk membantu melawan invasi Sekutu dalam Perang Dunia II. Di bawah kepimpinan Jenderal Soedirman, PETA berjalan dengan sangat baik. Namun, ketika berada di bawah pimpinan Kusaeri, PETA melakukan perlawanan terhadap Jepang pada 21 April 1945.

Sudirman Mulai Menderita Sakit dan Diangkat Menjadi Jenderal

Melalui Konferensi TKR tanggal 12 November 1945, Sudirman terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang RI. Saat ini, Sudirman mulai menderita tuberkulosis. Perang besar pertama yang dipimpin Sudirman adalah perang Palagan Ambarawa melawan pasukan Inggris dan NICA (Nederlandsch Indie Civil Administratie) Belanda. Perang berlangsung pada November hingga Desember 1945. Pada 12 Desember 1945, Sudirman melancarkan serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris di Ambarawa.

Upaya Sudirman tidak sia-sia, pertempuran selama lima hari berhasil memukul mundur pasukan Inggris ke Semarang. Setelah kemenangan Sudirman dalam Palagan Ambarawa, pada 18 Desember 1945, Sudirman dilantik sebagai Jenderal oleh Presiden Soekarno. Pangkat Jenderal tersebut tidak diperoleh melalui sistem Akademi Militer atau pendidikan lainnya namun melalui prestasinya. Itulah bedanya Sudirman dengan yang lain.