Sejarah Upacara Sisingaan dari Jawa Barat

Sejarah Upacara Sisingaan

kompihub.com – Seni tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, seni tidak selalu diwujudkan dalam bentuk seni musik, seni rupa, seni vocal ataupun bentuk-bentuk pengekspresian lainnya, melainkan lebih bersentuhan dengan aspek rasa. Dalam seni terkandung rasa keindahan, yang terkait langsung dengan kebutuhan batiniah. Unsur seni inilah yang jelas membedakan manusia dengan mahluk-mahluk lainnya.

Upacara Sisingaan adalah sebuah bentuk kreatifitas budaya masyarakat kabupaten Subang, yang mendukung dalam keaktipan masyarakatnya. Sebuah kreatifitas dimasyarakat tidak akan lepas dari perubahan secara alamiah dengan sendirinya, seiring perubahan jaman.

Menurut Abah Salim pengrajin patung singa ( wawancara, 2011), awal mula keberadaan kesenian sisingaan di Kabupaten Subang berawal dari kegiatan ritual masyarakat yang akan menyunat anak laki-laki, dengan cara dihibur terlebih dahulu, diarak keliling kampung menggunakan kursi yang dihias atau disebutjampana.

Jampana diusung oleh empat orang dewasa, sedangkan calon pengantin sunat duduk diatas kursi yang telah dihias (jampana), musik pengiring dalam arak-arakan tersebut menggunakan alat musik seadanya seperti , Dog-dog, kendang, kempul, kecrek, dengan pola tabuh penca silat, dan improvisasi bersipat spontan (tidak terencana). Gerak tari pengusung jampana tersebut belum ada gerak baku, masih bersipat helaran atau berjalan secara biasa, kostum yang digunakan seadanya.

Pada awalnya, Masyarakat Sunda Subang memiliki kesenian Usungan berbentuk burung, kijang, siluman dengan cara ditandu. Pada kala itu belum ada usungan berbentuk Singa seperti saat ini. Sisingaan diciptakan sekitar tahun 1975 oleh para seniman sunda, karena mengingat datangnya kesenian reog Ponorogo ke kota tersebut yang di bawa oleh kaum urban dari Ponorogo.

Setelah para seniman sunda berdiskusi dengan seniman reog yang sangat berbeda dengan Reog Dog-Dog Sunda, bahwa reog dari Jawa Timur lebih menarik perhatian dan memiliki nilai filosofi dan catatan sejarah melawan kolonial Belanda, maka diciptakanlah sebuah kesenian yang mampu menunjukan identitas khas Subang dari gagasan para seniman.

Sisingaan diilhami dari cerita serial Reog di Jawa Timur, yang menceritakan suka cita perjalanan para pengawal raja Singa Barong dari kerajaan Lodaya saat menuju kerajaan Daha. Meskipun sang raja terkenal bengis dan angkuh, tetapi para pengawal selalu setia memikul tandu yang ditiduri oleh Raja Singa Barong.

Selain itu sebagai lambang perlawanan rakyat Subang terhadap kesewenangan Belanda yang di gambarkan sebagai sosok singa pada lambang VOC, Hal ini bertujuan sebagai edukasi pembelajaran sejarah yang menenangkan bagi para pelajar.

Musik Pengiring

Musik pengiring Sisingaan pada awalnya cukup sederhana, antara lain: Kendang Indung (2 buah), Kulanter, Bonang (ketuk), Tarompet, Goong, Kempul, Kecrek. Karena Helaran, memainkannya sambil berdiri, digotong dan diikatkan ke tubuh. Dalam perkembangannya sekarang memakai juru kawih dengan lagu-lagu (baik vokal maupun instrumental) antara lain: Lagu Keringan, Lagu Kidung, Lagu Titipatipa, Lagu Gondang, Lagu Kasreng, Lagu Selingan (Siyur, Tepang Sono, Awet rajet, Serat Salira, Madu dan Racun, Pria Idaman, Goyang Dombret, Warudoyong, dll.), Lagu Gurudugan, Lagu Mapay Roko atau Mars-an (sebagai lagu penutup). Lagu lagu dalam Sisingaan tersebut diambil dari lagu-lagu kesenian Ketuk Tilu, Doger dan Kliningan.