Kisah Perang Gerilya Jendral Sudirman

Kisah Jenderal Soedirman Jalani Perang Gerilya dengan Satu Paru-Paru

kompihub.com – Perang Gerilya dilakukan Jenderal Soedirman untuk melawan tentara Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Pada saat itu, Belanda telah merebut sebagian wilayah Jawa, termasuk daerah Yogyakarta.

Belanda datang lagi membonceng tentara sekutu. Tugas sekutu mengambil alih persenjataan dan memulangkan tentara Jepang. Ketika Jepang menyerah, Indonesia memproklamasikan diri menjadi negara merdeka.

Akan tetapi, Belanda tidak mau Indonesia merdeka. Belanda menyerang Indonesia dan terjadilah perang. Demikian dikutip dari buku “Teladan Hidup Panglima Besar Jenderal Soedirman” penulis Eri Sumarwan, diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2018.

Perang yang dipimpin oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman itu terjadi saat Agresi Militer Belanda II.

Perang gerilya bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia setelah adanya Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945. Perang gerilya juga merupakan sebuah taktik demi memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Sejarah Perang Gerilya Jendral Sudirman

Perang gerilya ialah tanggapan dari pejuang Indonesia atas Agresi Militer Belanda II. Kala itu, Yogyakarta masih menjadi ibu kota Indonesia sehingga menjadi target utama penyerangan.

Meski dalam keadaan sakit, Panglima Besar Sudirman berangkat ke istana untuk menerima instruksi dari Presiden Soekarno. Presiden menasihatkan agar Pak Dirman kembali ke rumah karena masih sakit. Namun, nasihat itu tidak dipenuhi oleh Pak Dirman. Selagi menunggu keputusan pemerintah, Pak Dirman menyusun perintah untuk seluruh anggota Angkatan Perangnya.

Perintah itu disiarkan juga melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta. Perintah itu berbunyi, “Semua Angkatan Perang menjalankan rencana yang telah ditetapkan untuk menghadapi serangan Belanda”. Saat itu pemerintah akhirnya mengeluarkan perintah agar tetap tinggal di dalam kota dan Presiden Soekarno juga meminta agar Jenderal Soedirman tetap tinggal di dalam kota. Baca juga: Mengenang Palagan Ambarawa, Pertempuran yang Menginspirasi TNI AD Namun, Sudirman memberikan jawaban di luar dugaannya. Panglima Besar menjawab, “Tempat saya yang terbaik adalah di tengah-tengah anak buah dan saya akan meneruskan perjuangan gerilya dengan sekuat tenaga seluruh prajurit.”

Setelah memberikan jawaban kepada Soekarno, Pak Dirman langsung meninggalkan Yogyakarta dan memulai perjalanan gerilya yang berlangsung selama kurang lebih tujuh bulan. Selama perang gerilya, pria kelahiran 24 Januari 1916 itu menghadapi berbagai tantangan seperti sulitnya memperoleh obat-obatan.

Kendati digerogoti sakit paru-paru, semangat juangnya melawan penjajah tetap menyala. Pak Dirman berkeras hati untuk memimpin pasukannya dalam Perang Kemerdekaan jilid 2 (1948-1949). Para prajuritnya yang juga militan siap membawanya dalam tandu, keluar masuk belukar demi menghindari perburuan serdadu-serdadu Belanda yang bersenjata lengkap dan lebih terlatih.

Jenderal Soedirman memimpin langsung perang gerilya, meskipun beliau sedang sakit paru-paru. Beliau rela dinaikkan tandu dalam perjalanan yang sangat berat. Naik turun gunung dan keluar masuk hutan untuk menghindari serangan pasukan Belanda. Hanya dengan satu paru-paru.

Hingga akhirnya, diminta untuk berhenti berperang oleh pa Sukarno dan kembali ke Istana, namun Jendral Sudirman tetap kekeuh dengan pendiriannya agar Negara Indonesia bebas dari segala bentuk penjajahan yang ada dan diberikan oleh negeri Belanda tersebut.