Cerita Kepahlawan Bung Tomo Mengusir Penjajah

Sejarah Hari Pahlawan dan Semangat Bung Tomo yang Berkobar

kompihub.com – Bung Tomo adalah salah satu sosok yang terus terukir dalam kisah sejarah Tanah Air. Saat Indonesia masih dalam masa penjajahan, Ia berani melakukan apa pun untuk membela bangsa.

Melansir informasi dari buku “Bung Tomo, Hidup dan Mati Pengobar Semangat Tempur 10 November” karya Abdul Waid, semua gerakan perjuangan Bung Tomo dalam membela bangsa dan negara diniatkan untuk berjihad. Hal tersebut terlihat dari kata-kata yang dituturkan Bung Tomo dalam orasi pada orang pribumi untuk melawan penjajah.

Setiap 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Dilansir dari laman Direktorat Jenderal SMP Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), tanggal ini dipilih sesuai dengan tragedi yang terjadi pada tanggal yang sama.

Pada tanggal 10 November 1945 terjadi pertempuran di Surabaya yang merupakan pertempuran besar antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Inggris. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.

Setelah gencatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara Inggris ditandatangani tanggal 29 Oktober 1945, keadaan berangsur-angsur mereda. Walaupun begitu tetap saja terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara rakyat dan tentara Inggris di Surabaya. Bentrokan-bentrokan tersebut memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (Pimpinan Tentara Inggris untuk Jawa Timur) pada 30 Oktober 1945.

Kematian Jendral Mallaby ini menyebabkan pihak Inggris marah kepada pihak Indonesia dan berakibat pada keputusan pengganti Mallaby yaitu Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh Ia mengeluarkan Ultimatum 10 November 1945 yang meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA serta ancaman akan menggempur kota Surabaya dari darat, laut, dan udara apabila orang-orang Indonesia tidak mentaati perintah Inggris.

Gerakan Jihad Melalui BPRI di Masa Revolusi Fisik (1945 – 1949)

Sebutan “Revolusi Fisik” merujuk pada masa-masa sulit Bangsa Indonesia pada 1945 – 1949. Kala itu, Indonesia banyak mengalami pertempuran-pertempuran yang memakan banyak korban jiwa.

Menurut Soekarno, hal tersebut wajar terjadi. Soekarno memberi tiga sifat “dinamika, romantika, dan dialektika”, revolusi sedang berjalan dan akhirnya akan memperoleh kemenangan. Tindakan yang paling mungkin dilakukan adalah mengikuti geraknya. Saat itu, Bung Tomo masih dianggap “anak kemarin sore” bila dibandingkan dengan tokoh senior lain seperti Soekarno dan Mohammad Hatta. Walau begitu, Bung Tomo tetap teguh dalam keberaniannya.

Tekad tersebut dibuktikan dengan didirikannya organisasi Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) pada 12 Oktober 1945. Bung Tomo sendiri yang menjadi ketua umum dalam organisasi tersebut untuk mengatur strategi. BPRI adalah organisasi yang dibentuk untuk mengusir penjajah dari Indonesia. Organisasi ini semata-mata Bung Tomo buat untuk jihad fi sabilillah.

Ia ingin BPRI dapat menegakkan kemerdekaan Indonesia serta mengangkat harkat masyarakat yang selama ini dibawah derita penjajahan. Melalui BPRI, Bung Tomo mengajak rakyat untuk bersatu dan memperkokoh semangat untuk melakukan pemberontakan.

Melihat kiprah Bung Tomo bersama BPRI yang sangat fundamental dalam memperjuangkan Indonesia, banyak masyarakat yang menggabungkan diri. Mulai dari masyarakat biasa, ulama, tokoh nasional, dan anggota organisasi lain seperti APIK yang akhirnya memilih untuk menggabungkan diri ke BPRI.

Sosok Bung Tomo di Balik Hari Pahlawan

Ketika pertempuran 10 November diabadikan menjadi Hari Pahlawan, nama Bung Tomo pun dikenal dari generasi ke generasi. Heroisme arek-arek Suroboyo saat itu, ditandai dengan hadirnya Bung Tomo yang selalu mengibarkan semangat mengusir penjajah. Dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Bung Tomo adalah sosok yang paling mampu menggerakkan massa melalui orasi. Salah satu kalimat orasi yang membakar api juang kala itu, “Merdeka atau mati” kini dikenang semua masyarakat Indonesia.

Kala itu, satu kalimat itu mampu menyulut jiwa juang para pejuang yang siap bertempur di medan laga. Lahir di Surabaya, 3 Oktober 1920, semangat patriotisme Bung Tomo sudah diasah sejak ia masih muda. Kiprahnya dimulai dari. anggota gerakan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Kemudian, di usia 17 tahun, Soetomo muda dipercaya menjadi Sekretaris Partai Indonesia Raya (Parindra) Cabang Tembok Duku, Surabaya. Bung Tomo juga terjun ke dunia jurnalistik sejak usia 17 tahun dan kegiatannya ini menempa semangat juangnya. Kariernya dalam dunia tulis menulis pertama kali ia rasakan di harian Oemoem, Surabaya. Jabatan tertingginya sebagai wartawan adalah Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara, 1945.